Jasmerah mencatat pemberontakan
terakhir yang dilaksanakan PKI sekaligus sebagai penyebab berakhirnya Partai
Komunis Indonesia. Peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (dahulu
juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh),
Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat
malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di saat tujuh perwira
tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu
usaha percobaan kudeta.
Latar Belakang
Pada Maret 1962, PKI bergabung
dengan pemerintah. Para pemimpin PKI, Aidit dan Njoto, diangkat menjadi menteri
penasihat.
Pada bulan April 1962, PKI
menyelenggarakan kongres partainya.
Pada tahun 1963, pemerintah
Malaysia, Indonesia dan Filipina terlibat dalam pembahasan tentang pertikaian
wilayah dan kemungkinan tentang pembentukan sebuah Konfederasi Maphilindo,
sebuah gagasan yang dikemukakan oleh presiden Filipina, Diosdado Macapagal. PKI
menolak gagasan pembentukan Maphilindo dan federasi Malaysia. Para anggota PKI
yang militan menyeberang masuk ke Malaysia dan terlibat dalam
pertempuran-pertempuran dengan pasukan-pasukan Inggris dan Australia. Sebagian
kelompok berhasil mencapai Semenanjung Malaysia lalu bergabung dalam perjuangan
di sana. Namun kebanyakan dari mereka ditangkap begitu tiba. Sebagian satuan
tempur PKI aktif di wilayah perbatasan Kalimantan.
Salah satu hal yang dilakukan PKI
setelah masuk kedalam pemerintahan Orde Lama adalah dengan diusulkannya
Angkatan ke-5 yang terdiri dari buruh dan petani, Pimpinan PKI bermaksud dengan
dibentuknya angkatan kelima ini diharapkan dapat mendukung mobilisasi massa
untuk menuntaskan Operasi Dwikora dalam menghadapi Malaysia. Namun, hal ini
membuat TNI AD merasa khawatir takut adanya penyelewengan senjata yang
dilakukan PKI.
Dengan berkembangnya dukungan dan
keanggotaan yang mencapai 3 juta orang pada 1965, PKI menjadi partai komunis
terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. Partai itu mempunyai basis yang kuat dalam
sejumlah organisasi massa, seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh
Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga
Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan Sardjana Indonesia (HSI). Menurut
perkiraan seluruh anggota partai dan organisasi-organisasi yang berada di bawah
payungnya mungkin mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia.
Kejadian
PKI dirasakan oleh kalangan
politik, beberapa bulan menjelang Peristiwa G30S, makin kuat. Sehingga para
pesaing PKI mulai khawatir PKI akan memenangkan pemilu berikutnya.
Gerakan-gerakan untuk menentang PKI mulai bermunculan, dan dipelopori oleh
Angkatan Darat.
Pada Desember 1964, Chaerul Saleh
dari Partai Murba (dibentuk oleh mantan pemimpin PKI Tan Malaka) menyatakan
bahwa PKI sedang mempersiapkan kudeta. PKI menuntut larangan Partai Murba,
tuntutan itu dipaksakan kepada Soekarno pada awal 1965.
Dalam konteks Konfrontasi dengan
Malaysia, PKI menyerukan untuk 'mempersenjatai rakyat'. Sebagian besar pihak
dari tentara Angkatan Darat melarang hal ini. Sikap Soekarno tetap secara resmi
untuk tidak terlalu mengambil sikap atas hal tersebut karena Sukarno cenderung
mendukung Konfrontasi dengan Malaysia seperti PKI.
Pada bulan Juli sekitar 2000
anggota PKI mulai menggelar pelatihan militer di dekat pangkalan udara Halim.
Terutama dalam konsep 'mempersenjatai rakyat' yang telah memenangkan banyak
dukungan di antara kalangan militer Angkatan Udara dan Angkatan Laut.
Pada tanggal 8 September
demonstran PKI memulai untuk pengepungan selama dua hari di Konsulat AS di
Surabaya.
Pada tanggal 14 September, Aidit
mengalamatkan kepada gerilyawan PKI untuk mendesak anggota agar waspada dari
hal-hal yang akan datang.
Pada 30 September Pemuda Rakyat
dan Gerwani, kedua organisasi PKI terkait menggelar unjuk rasa massal di
Jakarta terhadap krisis inflasi yang melanda.
Pada malam 30 September dan 1
Oktober 1965, enam jenderal senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang
ke dalam sumur. Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan
Revolusi baru telah merebut kekuasaan, yang menyebut diri mereka "Gerakan
30 September ("G30S"). Dengan banyaknya jenderal tentara senior yang
mati atau hilang, Jenderal Suharto mengambil alih kepemimpinan tentara dan
menyatakan kudeta yang gagal pada 2 Oktober.
0 Response to "Pemberontakan-pemberontakan PKI (3) : Gerakan 30 September"
Post a Comment