pulsagram, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

Kontroversi Seputar Raden Adjeng Kartini

Jasmerah. Buah pemikiran Raden Adjeng Kartini yang banyak menginspirasi kaum wanita untuk mendapatkan persamaan hak dan perlakuan ternyata menimbulkan pertanyaan pada beberapa kalangan. Terdapat kalangan yang menyangsikan bahwa pemikiran yang dipublikasikan berupa surat-surat Kartini kepada teman-temannya sebenarnya adalah rekayasa dari pemerintahan Belanda saat itu. Dugaan rekayasa ditujukan kepada J.H. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan.

Beberapa hal yang dijadikan sebagai dasar kecurigaan diantaranya :
  • Penerbitan buku Kartini dilakukan pada saat pemerintahan Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan J.H. Abendanon memiliki kepentingan dan mendukung politik etis tersebut.
  • Keberadaan sebagian besar naskah asli surat-surat Kartini hingga saat ini tidak diketahui dengan jelas.
  • Jejak keturunan J.H. Abendanon sukar untuk dilacak bahkan oleh Pemerintah Belanda saat ini.

Hal-hal tersebut yang melatarbelakangi kecurigaan bahwa surat-surat Kartini yang dipublikasikan sebenarnya merupakan rekayasa pemerintahan Belanda saat ini dalam rangka menjalankan politik etis. Dengan cara tersebut pemerintahan Belanda berusaha untuk menyusupkan paham-paham yang diharapkan dapat mendobrak tradisi yang selama ini berlaku di lingkungan masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Pulau Jawa.

Ada juga yang mengkritisi tentang sikap yang diambil Kartini terhadap pembatasan yang dilakukan oleh orang tuanya. Kartini dinilai sebagai seorang perempuan pingitan yang mudah menyerah. Tidak nampak kemerdekaan jiwa pada dirinya. Tidak nampak perlawanannya terhadap perlakuan feodal kalangan bangsawan Jawa yang mengesampingkan atau menomorduakan peran kaum perempuan.

Penetapan 21 April Sebagai Hari Kartini 

Pada tanggal 2 Mei 1964 Presiden Republik Indonesia Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden RI No. 108 tahun 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai HARI  KARTINI. Hal ini dilandasi oleh perjuangan Kartini dalam memperjuangkan hak-hak wanita pada zaman dahulu sehingga hasil kerja keras dan perjuangannya dapat dirasakan manfaatnya oleh wanita-wanita pada saat sekarang.

Penetapan hari kelahiran Kartini sebagai hari besar nasional sebenarnya menuai banyak kontroversi dan manjadi bahan perdebatan pada berbagai kalangan.  Pihak-pihak yang stuju dengan penetapan tersebut mengatakan bahwa Kartini tidak hanya merupakan tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja, namun juga merupakan tokoh nasional. Ide dan gagasan pembaharuan terhadap nasib perempuan tersebut telah diperjuangkan untuk kepentingan bangsanya. Cara dan pola berpikirnya sudah melingkupi perjuangan nasional. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.

Pihak-pihak yang tidak menyetujui memandang bahwa penetapan hari lahir Kartini sebagai hari besar nasional terlalu dipaksakan dan cenderung diskriminatif. Masih banyak pahlawan-pahlawan wanita yang tidak kalah hebatnya dengan perjuangan Kartini seperti Cut Nyak Dhien, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu dan lain-lain. Melihat area perjuangan Kartini yang hanya di wilayah Jepara dan Rembang dengan tidak memanggul senjata  juga masih kalah jika dibandingkan pahlawan-pahlawan wanita lainnya. Pihak-pihak ini mengusulkan agar merayakan hari Kartini sekaligus dilaksanakan dengan perayaan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.



Sumber : wikipedia

0 Response to "Kontroversi Seputar Raden Adjeng Kartini"

Post a Comment

wdcfawqafwef