Jasmerah mencatat adanya Perundingan Linggarjati yang melibatkan pihak Republik Indonesia dengan Belanda yang difasilitasi oleh Pemerintah Inggris. Konflik terjadi antara Indonesia yang ingin mempertahankan kemerdekaan dan ingin diakui secara syah di dunia internasional melawan kepentingan pemerintahan Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia sebagai bekas jajahan yang pernah direbut Jepang pada Perang Dunia II.
Delegasi dalam Perundingan Linggarjati |
Jepang menerapkan “status quo” di Indonesia dalam arti tidak memberikan penguasaan bekas jajahan Jepang kepada pihak manapun, Jepang membiarkan Bangsa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan dan menentukan nasibnya sendiri. Pemerintahan Belanda melalui NICA yang membonceng pada pasukan AFNEI yang mengemban misi Sekutu berusaha untuk menguasai Indonesia dan hal ini menimbulkan banyak perlawanan dari masyarakat Indonesia sehingga mengakibatkan banyak terjadi konflik antara Indonesia dengan Belanda.
Implikasinya adalah pemerintahan Inggris sebagai inti dari AFNEI menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Perundingan Linggarjati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.
Kronologis
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
Pada tanggal 14 Oktober tercapai kesepakatan menghasilkan persetujuan gencatan senjata dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
Pada tanggal 11 November 1946 dimulai lagi pembicaraan dalam rangka perundingan di Linggarjati, hasil perundingan tersebut disepakati pada tanggal 15 November 1946 menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
- Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa dan Madura.
- Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
- Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
- Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Pro Kontra Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan dari partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP untuk partai besar dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP. Ternyata tentangan itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil presiden mengancam akan mengundurkan diri apabila usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.
Akhirnya, KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Februari 1947, bertempat di Istana Negara Jakarta. Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Apabila ditinjau dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, namun bila dipandang dari segi politik intemasional kedudukan Republik Indonesia bertambah kuat. Hal ini disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat, serta beberapa negara-negara Arab telah memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
Persetujuan itu sangat sulit terlaksana, karena pihak Belanda menafsirkan lain. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, bahkan dijadikan sebagai alasan oleh pihak Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Bersamaan dengan Agresi Militer I yang dilakukan oleh pihak Belanda, Republik Indonesia mengirim utusan ke sidang PBB dengan tujuan agar posisi Indonesia di dunia internasional semakin bertambah kuat. Utusan itu terdiri dari Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sudjatmoko, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
Kehadiran utusan tersebut menarik perhatian peserta sidang PBB, oleh karena itu Dewan Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan gencatan senjata dengan mengirim komisi jasa baik (goodwill commission) dengan beranggotakan tiga negara. Indonesia mengusulkan Austra-lia, Belanda mengusulkan Belgia, dan kedua negara yang diusulkan itu menunjuk Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C. Kirby dari A.ustralia, Paul van Zeeland dari Belgia, dan Frank Graham dari Amerika Serikat. Di Indonesia, ketiga anggota itu terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini menjadi perantara dalam perundingan berikutnya.
0 Response to "Isi dan Sejarah Perundingan Linggarjati"
Post a Comment