Setiap memasuki bulan
Mei, kita selalu teringat salah satu hari besar nasional yaitu Hari Kebangkitan
Nasional (Harkitnas). Harkitnas jatuh pada tanggal 20 Mei yang merupakan hari
berdirinya organisasi modern yang pertama pada masa penjajahan Belanda. Membicarakan
Harkitnas tidak lepas dari membicarakan pada sosok yang ikut mendalangi
lahirnya Budi Utomo yaitu Dr. Soetomo.
![]() |
Dr. Soetomo |
Soetomo terlahir dengan nama asli Soebroto, pada tanggal 30
Juli 1888 di desa Ngepeh, Jawa Timur, Hindia Belanda. Dr. Soetomo bersekolah di
School tot Opleding van Indische Artsen (STOVIA) yakni sebuah sekolah
pendidikan dokter Hindia. Semasa sekolah Soetomo suka berdiskusi dengan
teman-temannya di sekolah.
Dalam kunjungan dr. Wahidin Sudirohusodo ke STOVIA, beliau
sempat memberikan pidato yang berfokus
pada peningkatan minat para pemuda untuk meningkatkan serta memajukan dunia
pendidikan sebagai salah satu cara untuk membebaskan pemikiran bangsa dari
belenggu penjajahan. Salah satu cara yang diusulkan oleh dr. Wahidin
Sudirohusodo adalah dengan membentuk sebuah Studie Fon (Dana Untuk Beasiswa).
Hal inilah yang menjadi salah satu pemacu Dr. Soetomo untuk mendirikan Budi
Utomo pada 20 Mei 1908. Boedi Oetomo adalah organisasi modern pertama yang ada
di Indonesia. Tirto Koesumo terpilih menjadi ketua Boedi Oetomo yang pertama
berdasarkan hasil kongres pertama Boedi Oetomo yang dilaksanakan pada 3-5
Oktober 1908. Selain Soetomo, di Budi Utomo juga bergabung Suewardi
Soerjaningrat, Saleh, Gumbreg, dan lain-lain yang turut membantu Goenawan dan
Soeradji.
Tujuan perkumpulan ini adalah kemajuan nusa dan bangsa yang
harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan,
teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk
mencapai kehidupan bangsa yang terhormat. Kemudian kongres peresmian dan
pengesahan anggaran dasar BU diadakan di Yogyakarta 5 Okt 1908. Pengurus
pertama terdiri dari: Tirtokusumo (bupati Karanganyar) sebagai ketua; Wahidin Sudirohusodo
(dokter Jawa), wakil ketua; Dwijosewoyo dan Sosrosugondo (kedua-duanya guru
Kweekschool), penulis; Gondoatmodjo (opsir Legiun Pakualaman), bendahara;
Suryodiputro (jaksa kepala Bondowoso), Gondosubroto (jaksa kepala Surakarta),
dan Tjipto Mangunkusumo (dokter di Demak) sebagai komisaris.
Tahun 1911, Dr. Soetomo menamatkan pendidikannya di STOVIA
dan mendapatkan tugas di Semarang. Penempatan kerja di Semarang hanya untuk
waktu yang tidak terlalu lama sebab Soetomo lalu dipindahkan ke Tuban,
selanjutnya dipindahkan ke Lubuk akam (Sumatera Utara) dan terakhir dipindahkan
ke Malang. Tugas Dr. Soetomo di Malang adalah untuk membasmi wabah penyakit pes
yang sedang melanda daerah Malang. Pemindahan Soetomo yang cukup intensif
memberi manfaat tersendiri yakni banyaknya pengalaman yang diperolehnya dari
berbagai daerah. Sutomo juga mengetahui secara langsung penderitaan rakyat dan
dapat berbuat langsung membantu meringankan penderitaan rakyat. Dr. Sutomo
banyak mengobati pasiennya tanpa mengharapkan biaya sepeserpun. Terdapat juga
pasien yang dibebaskan sama sekali dari biaya.
Soetomo memperoleh kesempatan memperdalam pengetahuan di
Belanda tahun 1919. Setibanya kembali di tanah air, ia melihat kelemahan yang
ada pada Budi Utomo. Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu,
diusahakannya agar Budi Utomo bergerak di bidang politik dan keanggotaannya
terbuka buat seluruh rakyat.
Pada tahun 1924 dr. Soetomo mendirikan Indonesische Studie
Club (ISC) yang merupakan wabah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil
mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi dan sebagainya. Pada tahun 1931
ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinan
Soetomo PBI cepat berkembang. Sementara itu, tekanan-tekanan dari Pemerintah
Belanda terhadap pergerakan nasional semakin keras, oleh karena itu, pada
Desember 1935 Budi Utomo dan PBI digabungkan menjadi satu dengan nama Parindra.
Soetomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia
merdeka. Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, ia giat pula di bidang
kewartawanan dan memimpin berbagai surat kabar.
Dokter Soetomo juga berperan aktif di bidang jurnalistik
(kewartawanan) dan sempat memimpin beberapa surat kabar. Kesibukan serta
perjuangannya dalam merebut kemerdekaan membuat kesehannya melemah. Soetomo
meninggal dunia di Surabaya pada usia 49 tahun yakni pada 30 Mei 1938.
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 657/1961, Sutomo diangkat sebagai
Pahlawan Kemerdekaan Nasional untuk menghormati jasa Dr. Sutomo.
cacatlu
ReplyDelete