pulsagram, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

Sejarah Pertempuran di Ambarawa

Jasmerah mencatat kota Ambarawa, kota kecil yang terletak antara Magelang dengan Semarang menjadi saksi sejarah pertempuran besar yang melibatkan pejuang-pejuang Indonesia melawan tentara Sekutu (Inggris) dan NICA (Belanda). Di Ambarawa saat ini telah berdiri dengan megah monumen Palagan Ambarawa sebagai pengingat peristiwa yang patut menjadi pelajaran bagi generasi penerus Bangsa Indonesia
Monumen Palagan Ambarawa

Latar Belakang
Peristiwa pertempuran Ambarawa dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Namun kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) tersebut diboncengi oleh tentara NICA yang bertujuan mengembalikan lagi bekas jajahan Belanda untuk dikuasai kembali.  Oleh karena itu mereka mempersenjatai para bekas tawanan perang dari bangsa Eropa yang mengakibatkan ketegangan terjadi dengan para pejuang Indonesia.

Pada tanggal 26 Oktober terjadi insiden pertempuran di kota Magelang yang melibatkan pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan pasukan Sekutu. Tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Insiden tersebut dapat diakhiri pada tanggal 2 November 1945 setelah  Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang dan berunding di Magelang. Setelah diadakan perundingan diperoleh kesepakatan untuk mengadakan gencatan senjata serta menuangkan kesepakatan tersebut dalam suatu naskah persetujuan yang berisi antara lain :
  1. Pihak Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan Sekutu yang ditawan pasukan Jepang (RAPWI) dan Palang Merah (Red Cross) yang menjadi bagian dari pasukan Inggris. Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai dengan tugasnya.
  2. Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan Sekutu.    
  3. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di bawahnya.  


Kronologis
Pada tanggal 20 November 1945 Pihak Sekutu temyata mengingkari janjinya yang mengakibatkan terjadi  pertempuran di Ambarawa antara TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto dan pihak Sekutu.

Pada tanggal 21 November 1945, pasukan Sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa di bawah lindungan pesawat tempur. Sedangkan dari arah Magelang pasukan TKR Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Androngi melakukan serangan fajar. Serangan itu bertujuan untuk memukul mundur pasukan Sekutu yang bertahan di desa Pingit. Pasukan yang dipimpin oleh Imam Androngi herhasil menduduki desa Pingit dan melakukan perebutan terhadap desa-desa sekitarnya.

Batalion Imam Androngi meneruskan gerakan pengejarannya. Kemudian Batalion Imam Androngi diperkuat tiga hatalion dari Yogyakarta, yaitu Batalion 10 di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, dan batalion Sugeng. Akhirnya musuh terkepung, walaupun demikian, pasukan musuh mencoba untuk menerobos kepungan itu. Caranya adalah dengan melakukan gerakan melambung dan mengancam kedudukan pasukan TKR dengan menggunakan tank-tank dari arah belakang. Untuk mencegah jatuhnya korban, pasukan TKR mundur ke Bedono.

Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.

Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, namun ia gugur terlebih dahulu.

Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol. Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.

Pada tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.

Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Dalam kesimpulannya dinyatakan bahwa musuh telah terjepit sehingga perlu dilaksanakan serangan yang terakhir. Rencana serangan disusun sebagai berikut.
  1. Serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sector.
  2. Setiap komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan. 
  3. Pasukan badan perjuangan (laskar) menjadi tenaga cadangan. 
  4. Hari serangan adalah 12 Desember 1945, pukul 04.30.

Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali.

Pada tanggal 15 Desember 1945, setelah bertempur selama 4 hari, pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang.Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.



0 Response to "Sejarah Pertempuran di Ambarawa"

Post a Comment

wdcfawqafwef